Review Final Destination: Bloodlines, Parade Kematian Mengerikan!

Wah! Setelah sekian lama akhirnya Final Destination menelurkan film baru. Seingat penulis, Final Destination terakhir kali merilis film terakhirnya yaitu Final Destination 5 pada tahun 2011. Setidaknya sudah 14 tahun film ini libur dan kemunculan film terbarunya sangat dinantikan.

Sebagai salah satu penggemar film horor, saya langsung menjadikan Final Destination: Bloodlines di tengah banyaknya film seru yang dirilis di bioskop Indonesia saat ini. Mengadopsi tema dan ide cerita baru, harus diakui jika Final Destination: Bloodlines tampil menegangkan.

Lantas mengapa penulis menyebutnya sebagai film yang menampilkan parade kematian mengerikan? Ini pembahasan lengkapnya mengenai review Final Destination: Bloodlines yang bisa kita ketahui!

Formula Baru Minor Tapi Menyegarkan

review final destination: bloodlines
Review Final Destination: Bloodlines, Parade Kematian Mengerikan! 6

Film Final Destination: Bloodlines kembali membawa penonton ke dalam teror klasik yang sudah dikenal sejak waralaba ini dimulai, yaitu ide bahwa kematian tidak bisa dihindari. Sejak awal kemunculannya, Final Destination konsisten mengusung premis bahwa siapa pun yang lolos dari maut akan tetap dikejar hingga ajal menjemput, tak peduli seberapa keras mereka mencoba melawan takdir.

Formula ini menjadi ciri khas seri dan tetap digunakan dalam Bloodlines. Namun, film ini tidak hanya mengulang yang lama, melainkan menambahkan lapisan baru yang menyegarkan.

Dalam Bloodlines, muncul gagasan bahwa bukan hanya individu yang terlibat dalam insiden mengerikan yang diburu oleh kematian, tetapi juga garis keturunannya. Artinya, warisan kematian kini tidak hanya bersifat personal, tapi juga turun-temurun. Ini menciptakan dinamika baru yang jauh lebih kompleks dan mencekam.

Tambahan menarik lainnya adalah konsep di mana satu-satunya cara untuk menghentikan siklus tersebut adalah dengan membuat si korban “mati” secara klinis, misalnya jantung berhenti namun kemudian bisa hidup kembali. Hal ini membuka ruang untuk eksplorasi dramatis dan pilihan moral yang menegangkan.

Meski tetap mempertahankan struktur klasik dari film-film sebelumnya, penglihatan akan bencana, urutan kematian, dan ketidakberdayaan melawan takdir, Bloodlines berhasil menghadirkan sesuatu yang segar.

Perpaduan antara formula lama dan ide baru ini membuat film tetap relevan dan menegangkan, terutama bagi penggemar lama yang mencari sesuatu yang familiar namun tetap terasa berbeda.

Parade Kematian Mengerikan yang Konsisten

review final destination: bloodlines
Review Final Destination: Bloodlines, Parade Kematian Mengerikan! 7

Bagi penonton baru, Final Destination: Bloodlines mungkin terasa monoton, sebuah parade kematian yang terus berulang dari awal hingga akhir. Plotnya tampak sederhana: satu per satu karakter tewas dalam kecelakaan mengerikan tanpa banyak ruang untuk pengembangan cerita yang kompleks.

Namun bagi penggemar lama, justru inilah daya tarik utamanya. Bloodlines menghadirkan kembali atmosfer khas franchise ini yang penuh ketegangan, kejutan, dan kreativitas dalam setiap momen kematian, sehingga memunculkan rasa nostalgia yang kuat terhadap film-film terdahulu.

Setiap adegan kematian di Bloodlines disajikan dengan detail yang sadis namun artistik, membuat penonton menahan napas menanti nasib tragis berikutnya. Seperti sebuah tarian maut yang sudah akrab bagi para penggemar setia, film ini kembali menyajikan kematian yang tak terduga, penuh ironi, dan sangat visual.

Mulai dari korban yang tercincang mesin pemotong rumput dalam adegan halaman rumah yang tenang, hingga seseorang yang tergencet perlahan di dalam truk sampah, semuanya dikemas dengan nuansa kejam sekaligus kreatif yang menjadi ciri khas seri ini.

Itulah kenapa meskipun tidak menawarkan banyak hal baru dari sisi struktur cerita, Bloodlines tetap menarik. Parade kematian mengerikan yang disajikan terasa seperti sapaan akrab bagi para fans lama, membawa mereka kembali ke masa ketika kematian bukan sekadar akhir cerita, tapi pusat dari seluruh pengalaman menonton.

Karakter Utama yang Terasa Kurang Kuat Karakternya

review final destination: bloodlines
Review Final Destination: Bloodlines, Parade Kematian Mengerikan! 8

Berbeda dengan film Final Destination pertama dan kedua yang menampilkan karakter utama dengan kepribadian kuat dan penuh konflik, Bloodlines justru terasa kurang tajam dalam membangun tokoh utamanya.

Sosok Stefani, yang menjadi karakter sentral dalam film ini, tidak mampu menghadirkan kedalaman emosional yang cukup untuk membuat penonton terhubung secara penuh. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa ia bukan korban langsung dari peristiwa awal, melainkan cucu dari Iris, tokoh yang seharusnya menjadi pusat cerita karena menjadi akar dari kutukan kematian dalam film ini.

Sayangnya, karakter Iris yang potensial untuk memperkuat fondasi narasi justru tidak dimanfaatkan secara maksimal. Mungkin ini disengaja agar film tidak terjebak dalam formula lama yang berfokus pada protagonis yang melihat bencana secara langsung.

Namun keputusan ini membuat cerita terasa kurang beresonansi secara emosional karena penonton kesulitan ikut tenggelam dalam ketakutan dan tekanan psikologis yang dirasakan karakter utama.

Dari semua karakter, satu-satunya yang benar-benar mencuri perhatian adalah Erik Campbell, diperankan dengan sangat baik oleh Richard Harmon. Erik bukan bagian dari garis keturunan Iris, tetapi dikenal karena kepribadiannya yang liar dan gaya hidup rock n roll.

Ia justru tampil paling menarik karena berusaha menantang kematian secara frontal, dan ironi tragisnya, mati saat mencoba melawan sesuatu yang sebenarnya tidak mengejarnya membuat karakternya meninggalkan kesan mendalam, bahkan lebih dari karakter utama itu sendiri.

Final Destination: Bloodlines Bukan yang Terbaik, Tapi Menghibur Penggemar Lama

Final Destination: Bloodlines adalah upaya segar dan berani untuk menghidupkan kembali waralaba horor legendaris ini. Film ini memperkenalkan elemen baru berupa kutukan yang menurun melalui garis keturunan, menambahkan lapisan mitologi yang menarik dalam cerita yang selama ini hanya berfokus pada satu kelompok korban.

Perubahan ini membuat film terasa lebih modern dan relevan, namun tetap mempertahankan esensi utama yang menjadi ciri khas Final Destination: kematian tidak bisa dihindari.

Meski demikian, Bloodlines bukanlah film yang mengandalkan kekuatan karakter atau kedalaman cerita. Penokohan terasa datar dan kurang membekas, terutama pada tokoh utama yang tidak memiliki koneksi emosional yang kuat dengan peristiwa inti.

Jika kamu mencari film dengan pengembangan karakter yang tajam dan kisah yang benar-benar menggugah, film ini mungkin akan mengecewakan. Karakter seperti Stefani tidak terlalu menonjol, dan cerita lebih banyak bergerak dari satu adegan kematian ke adegan kematian berikutnya tanpa banyak penekanan pada perjalanan emosional para tokohnya.

Namun bagi penggemar setia waralaba ini, Bloodlines tetap menyenangkan. Parade kematian yang kreatif, tensi yang konstan, dan nuansa nostalgia yang ditawarkan menjadikannya tontonan yang layak.

Film ini tidak mencoba menjadi sesuatu yang berbeda secara drastis, tetapi cukup menyegarkan untuk menghidupkan kembali rasa takut yang dulu membuat Final Destination begitu ikonik. Untuk yang merindukan sensasi lama dengan sentuhan baru, Bloodlines bisa jadi jawabannya.

Itulah review Final Destination: Bloodlines yang bisa kamu ketahui. Gimana menurut kamu? Apakah review Final Destination: Bloodlines ini cukup untuk memuaskan dahaga kamu? Setelah kamu baca review Final Destination: Bloodlines di atas dan tertarik menontonnya, pastikan langsung ke bioskop untuk menonton secara resmi.

Tonton Final Destination Bloodlines di sini

Jangan sampai ketinggalan update berita terbaru dan pembahasan unik soal film dan series hanya di BahasFilm.id.

Penulis
  • Bang Adam

    Suka berbagai genre film. Pelan-pelan hobi nonton jadi hobi review dan akhirnya beneran kecebur di dunia kepenulisan film. Hobi jadi kerjaan? Kenapa gak?

Share:

Tinggalkan komentar

For security, use of Google's reCAPTCHA service is required which is subject to the Google Privacy Policy and Terms of Use.