How to Train Your Dragon merupakan salah satu franchise kartun ikonik yang pernah dirilis. Kita diajak mengikuti perjalanan seorang Viking yang berurusan dengan naga. Menariknya, ada banyak sekali naga yang diperkenalkan, salah satunya adalah naga langka bernama Toothless.
Berkat franchisenya yang ikonik, lebih dari 10 tahun kemudian, How to Train Your Dragon akhirnya dibuat versi live actionnya yang baru dirilis beberapa hari lalu. Namun, seperti film live action pada umumnya, ada beberapa perbedaan How to Train Your Dragon versi kartun dengan live actionnya. Ini ulasan lengkapnya.
10 Perbedaan How to Train Your Dragon Kartun dan Live Action
Inilah perbedaan How to Train Your Dragon kartun dan live actionnya. Mari kita ulas satu per satu!
1. Asal-usul Baru untuk Prajurit Berk
Dalam versi live-action How to Train Your Dragon, asal-usul prajurit Berk diubah secara signifikan. Jika versi animasi menggambarkan Berk sebagai komunitas Viking bergaya Skotlandia yang homogen, film live-action memperkenalkan keberagaman ras dan budaya dalam populasi Berk.
Perubahan ini dijelaskan melalui pidato Stoic, yang mengungkap bahwa Berk adalah gabungan dari berbagai klan dari seluruh dunia, termasuk dari Timur Jauh, Jalur Sutra, dan pesisir Afrika.
Penjelasan ini membuat dunia Berk terasa lebih global dan realistis, serta memberikan latar belakang yang lebih menarik.
Selain menjawab kritik mengenai akurasi sejarah, perubahan ini memberi kedalaman naratif dan menjadikan Berk sebagai tempat yang dibangun oleh kerja sama antarbangsa.
Sebagai hasilnya, penonton mendapatkan pengantar dunia yang lebih kaya secara budaya, sekaligus memperkuat pesan film tentang keberagaman dan persatuan dalam menghadapi tantangan.
2. Suara Hiccup yang Berbeda
Jay Baruchel telah menciptakan suara ikonik untuk Hiccup di film animasi: ringan, agak cempreng, dan penuh karakter. Namun dalam versi live-action, Mason Thames menghadirkan suara Hiccup yang jauh lebih natural dan realistis.
Karena film live-action cenderung menghindari unsur kartun, suara Hiccup versi Thames terdengar lebih tenang, dewasa, dan mendalam. Meskipun awalnya terasa asing bagi penonton yang terbiasa dengan suara animasi, pendekatan ini membantu membangun versi Hiccup yang lebih membumi.
Suara baru ini mencerminkan perjalanan karakter yang lebih dramatis dan emosional dalam live-action, dan memperkuat hubungan yang ia bangun dengan Toothless serta komunitasnya. Meskipun tidak identik dengan versi sebelumnya, penampilan Thames mampu memberikan interpretasi segar yang tetap setia pada esensi Hiccup.
3. Hubungan Astrid dan Stoic yang Lebih Dalam
Dalam versi animasi, Stoic dan Astrid jarang berinteraksi secara langsung. Namun versi live-action memperluas dinamika ini, dengan menunjukkan bahwa Stoic melihat Astrid sebagai tipe anak ideal yang tidak ia miliki.
Penghargaan Stoic terhadap Astrid memperdalam konflik emosional antara ayah dan anak. Hiccup merasa dibandingkan, diremehkan, dan semakin terasing dari ayahnya. Di sisi lain, Astrid justru mendapatkan rasa hormat dari Stoic karena sifatnya yang tegas dan ambisius.
Dinamika ini bukan hanya memperkuat karakter Astrid, tetapi juga menambah lapisan emosional dalam perjalanan Hiccup untuk meraih pengakuan ayahnya. Dengan penambahan ini, film live-action berhasil menghadirkan ketegangan emosional yang lebih kompleks dibandingkan versi animasinya.
4. Kehadiran Ayah Snotlout
Tokoh Snotlout mendapatkan pengembangan yang lebih mendalam dalam versi live-action melalui kehadiran ayahnya, Spitelout.
Diperankan oleh Peter Serafinowicz, Spitelout memberi latar belakang baru bagi motivasi Snotlout yang selama ini hanya digambarkan sebagai karakter komikal. Hubungan antara Snotlout dan ayahnya menyoroti konflik serupa dengan hubungan Hiccup-Stoic, yaitu keinginan untuk diakui.
Namun sayangnya, plot ini tidak dikembangkan lebih lanjut. Alih-alih menjadi peluang untuk memperkuat kedekatan antara Hiccup dan Snotlout melalui pengalaman serupa, subplot ini hanya menjadi cerminan lemah dari konflik utama dan terasa repetitif.
Meskipun demikian, penambahan ini memberi warna baru bagi karakter Snotlout dan memperluas dunia Berk dari sisi relasi antar keluarga.
5. Ambisi Astrid Menjadi Pemimpin
Dalam live-action, Astrid diperkenalkan sebagai sosok yang memiliki tujuan besar: menjadi kepala suku Berk. Ambisi ini memberikan lapisan baru yang tidak terlihat dalam versi animasi. Ketika Astrid mengungkapkan niatnya kepada Hiccup di ruang makan, itu bukan hanya bentuk arogansi, melainkan refleksi dari tekad dan semangat kepemimpinan yang ia miliki.
Ini membuat konflik dengan Hiccup lebih kompleks, karena Hiccup sendiri justru tidak tertarik menjadi kepala suku. Ketegangan antara keduanya tidak lagi sebatas rivalitas di pelatihan naga, tapi juga perbedaan visi terhadap masa depan.
Penambahan ini membuat Astrid menjadi karakter yang lebih mandiri, kuat, dan tidak hanya sebagai pelengkap dari kisah Hiccup. Ini juga membuka ruang perkembangan hubungan mereka yang lebih menarik dan setara.

6. Adegan “Test Drive” yang Diperpanjang
Adegan legendaris “Test Drive” saat Hiccup dan Toothless terbang bersama untuk pertama kalinya tetap menjadi pusat emosional film, tetapi versi live-action memperpanjang momen tersebut.
Dengan tambahan beberapa detik sebelum nyaris jatuh dan iringan musik ikonik John Powell yang diperluas, adegan ini menjadi lebih dramatis dan megah. Penonton mendapat waktu lebih untuk menyaksikan keintiman dan kerja sama antara Hiccup dan Toothless berkembang.
Tambahan adegan jatuh dari langit juga mempertegas resiko yang mereka ambil demi membangun kepercayaan. Meski tidak mengubah struktur utama adegan, versi ini memberikan pengalaman sinematik yang lebih kuat.
Bagi penonton lama, momen ini membawa nostalgia; bagi penonton baru, ini memperkuat hubungan emosional antara dua karakter utama yang menjadi inti dari seluruh waralaba.
7. Rencana Stoic yang Lebih Strategis
Di versi animasi, Stoic terlihat gegabah saat memimpin pasukannya menyerang sarang naga tanpa rencana matang, bahkan Gobber sempat mengkritiknya. Sebaliknya, versi live-action menggambarkan Stoic sebagai pemimpin yang lebih terorganisir. Ia membawa senjata pengepungan dan memiliki strategi untuk melumpuhkan sarang naga.
Meskipun rencananya tetap gagal karena meremehkan kekuatan Alpha Dragon, keputusan Stoic terasa lebih rasional dan terukur. Hal ini juga menghapus kesan bahwa Stoic adalah pemimpin emosional yang bertindak tanpa pikir panjang. D
engan penggambaran baru ini, Stoic tampil sebagai sosok yang lebih bijak dan berwibawa, memperkuat kualitas kepemimpinannya serta memperdalam respek penonton terhadap karakternya.
8. Pertarungan Akhir yang Lebih Panjang dan Spektakuler
Live-action How to Train Your Dragon memanfaatkan formatnya dengan memperpanjang adegan pertempuran akhir melawan Alpha Dragon.
Dengan efek visual yang lebih realistis dan koreografi aksi yang diperluas, klimaks film ini terasa lebih intens dan mendebarkan. Momen dramatis seperti pertarungan di udara, manuver Toothless yang berbahaya, serta kerjasama antar warga Berk mendapat porsi lebih.
Penambahan ini tidak hanya mempertegas skala ancaman Alpha Dragon, tetapi juga memberi kepuasan emosional lebih besar saat Berk akhirnya bersatu. Sekuens ini juga menjadi ajang pembuktian bagi Hiccup, yang akhirnya menunjukkan bahwa kepemimpinan sejati datang dari keberanian dan empati, bukan kekuatan semata.
9. Dialog Baru Antara Hiccup dan Stoic
Perubahan kecil tapi bermakna terjadi saat momen emosional antara Hiccup dan Stoic menjelang akhir film.
Di versi animasi, Hiccup hanya menjawab dengan “Thanks, Dad” setelah Stoic menyatakan kebanggaannya. Namun versi live-action memberinya dialog yang lebih tegas, “That’s all I ever needed.”
Kalimat ini mengubah dinamika emosi, menunjukkan bahwa Hiccup tidak hanya menerima cinta ayahnya, tetapi juga secara aktif mengungkapkan luka dan kebutuhannya. Ini memberikan kedalaman emosional yang lebih kuat, menunjukkan bahwa hubungan ayah-anak ini adalah proses dua arah, bukan hanya Stoic yang berubah. Dengan memberikan Hiccup suara yang lebih berani dan jujur, film mempertegas pertumbuhan karakternya dan menyempurnakan penyelesaian konflik utama.
10. Post-Credit Scene Tambahan
Mengikuti tren film modern, versi live-action menyisipkan adegan post-credit yang tidak ada di versi animasi. Setelah kredit bergulir, penonton dibawa kembali ke ruang makan, di mana Hiccup meletakkan gambar Toothless di halaman kosong buku naga.
Meskipun adegan ini hanya mengambil ulang potongan dari awal film, ia tetap memberi sentuhan penutup yang melankolis dan reflektif. Sayangnya, adegan ini tidak menambahkan informasi baru atau menggoda sekuel secara langsung.
Ini adalah peluang yang terlewat, mengingat sekuel How to Train Your Dragon 2 sudah direncanakan. Dengan memperkenalkan karakter seperti Drago Bludvist, adegan ini bisa menjadi jembatan menarik. Namun, meski singkat dan tidak terlalu penting, momen post-credit tetap memberi nuansa akhir yang lembut dan personal.
Tonton How to Train Your Dragon di sini
Jangan sampai ketinggalan update berita soal film dan pembahasan unik soal film hanya di BahasFilm.id.