10 Film Live Action Anime Terburuk!

Sebenarnya melihat adaptasi anime ke visual live action adalah satu hal yang menyenangkan, mengingat imajinasi yang dilihat bisa dimunculkan ke dalam bentuk nyata, dan melalui beberapa penyesuaian tentunya. Tak jarang, live action anime bisa menjadi aspek yang spektakuler dan mampu melampaui elemen asli dari versi animenya.

Namun, terkadang juga versi live action justru bisa menghancurkan imajinasi dari para penggemar, dan hal ini sudah cukup umum terjadi. Dengan materi asli dari anime-anime asli yang sudah cukup populer, para sutradara justru terasa hanya memanfaatkan fame dari si anime tersebut, sehingga apa yang dihasilkan tidak cukup mampu memuaskan imajinasi penggemar.

Mulai dari Cowboy Bebop yang cukup dikritik penggemar, hingga versi live action Death Note tahun 2017 yang dianggap kurang daripada pendahulunya, akan menjadi daftar live action yang dinilai buruk, dan menjadi topik menarik untuk membahas daftar lainnya. Bagi kamu yang penasaran, ini dia daftar-daftarnya!

1. Cowboy Bebop

live action anime

Cowboy Bebop 2021 merupakan adaptasi langsung dari anime klasik karya Shinichiro Watanabe yang sudah cukup populer lewat paduan visual dan tema Sci-fi noirnya. Dengan kabar Netflix akan mencoba membuat remake live actionnya, tentu para penggemar menantikan bagaimana film ini akan dihadirkan lewat pemeran yang tampak menjanjikan.

Sayangnya, ketika menonton versi live action, penggemar justru merasa adaptasi ini tidak cukup memuaskan dan persona karakter yang dianggap kurang kuat dalam cerita live actionnya. Hal ini mungkin menjadi alasan mengapa series Cowboy Bebop live action hanya bertahan satu musim.

Meski masih cukup layak untuk dinikmati, namun secara akar asli live action ini tidak cukup mampu mempertahankan visual, persona, serta alur narasi yang khas dari Cowboy Bebop anime. Hal ini menjadi aspek yang disayangkan, mengingat awalnya Netflix tampak ambisius untuk menggarap proyek ini.

Namun, apa yang diharapkan tidak cukup maksimal, sehingga penonton cenderung mudah melupakan, dan tidak menarik atensi lanjutan setelah seriesnya berakhir.

2. Death Note 2017

Death Note 2017

Death Note sebelumnya memang sudah pernah diadaptasi ke versi live action pada tahun 2007. Hal itu menghasilkan respon yang cukup positif dan masih diterima oleh para penggemar. Namun, hal ini tidak berlaku pada live action Death Note yang dirilis Netflix di tahun 2017.

Menghadirkan beberapa perbedaan, serta target pasar yang dituju, adaptasi ini mengubah elemen latar Jepang dengan Amerika, serta perubahan karakter di dalamnya dengan sifat yang cukup berbeda. Mulai dari nama tokoh yang berubah menjadi Light Turner, serta sifatnya yang nyaris berbeda dengan penggambaran cupu, hal ini menjadi kritik tajam yang banyak diserahkan kepada sang sutradara, Adam Wingard.

Meskipun bukan sepenuhnya salah untuk mencoba interpretasi baru dari sebuah karya populer, namun cukup disayangkan jika interpretasi baru tersebut justru menghancurkan esensi asli dari si cerita. Dan hal ini yang cukup disayangkan terjadi di Death Note live action 2017.

3. Ghost in the Shell

Ghost in the Shell

Ghost in the Shell mungkin menjadi salah satu entri live action yang cukup ramai diperbincangkan pada pra-releasenya. Dengan menggaet Scarlett Johansson sebagai sang tokoh utama, Major, harapan besar nampak terbeban bagi adaptasi ini, mengingat Ghost in the Shell juga merupakan salah satu anime besar yang hadir di era keemasan 90an.

Meski begitu, penggemar banyak mengkritik terkait pemilihan Scarlett sebagai Major, karena isu whitewashing yang memang menjadi isu yang cukup ramai terkait rasisme yang ada di tahun-tahun tersebut. Dengan Major yang lekat dengan sosok Asia, menjadi alasan kuat mengapa isu ini cukup panas dengan kehadiran aktris yang terkenal sebagai Black Widow di MCU.

Setelah perilisan, anime ini juga mendapat kritik terkait esensi asli, serta kedalaman cerita yang dihadirkan. Alur cerita yang dianggap lebih sederhana, serta kedalaman karakter Major yang mengalami sedikit perubahan dengan identitasnya, menjadi aspek yang dikritik oleh penggemar, meski secara visual memang adaptasi ini layak diberikan pujian.

4. Avatar The Last Airbender

Avatar the last airbender

Avatar: The Last Airbender 2010 menjadi adaptasi live action yang juga dikritik selanjutnya. Mengangkat kisah Avatar populer dengan karakter utama Aang yang ikonik ini, juga mendapat beberapa respon terkait whitewashing pada para karakter yang memang memiliki latar belakang Asia di cerita asli.

Dengan narasi utama yang tampak tidak terbangun secara utuh, serta pemilihan cast yang sudah disebut di atas, Avatar: The Last Airbender menjadi salah satu adaptasi live action yang gagal memenuhi harapan penggemar.

Namun, untungnya Avatar: The Last Airbender 2024 milik Netflix mampu mendapat respon yang jauh lebih positif dan menjadi opsi lain bagi kamu yang mungkin mencari live action dari Avatar: The Last Airbender.

5. Dragon Ball: Evolution

Dragon ball evolution

Memang isu whitewashing merupakan salah satu isu yang debat-able, karena menarik aspek budaya, moral, serta orisinalitas karya. Dragon Ball: Evolution bahkan sudah mendapatkan kritik ini dari 2009 silam. Dengan latar yang menyimpang, kita diperlihatkan Goku dengan latar remaja dan sekolah formal seperti umumnya drama western.

Nama besar Dragon ball memang lekat dengan citra fantasi, dan bahkan hal itu yang memang ditonjolkan dari kisah asli dari ceritanya. Namun, apa yang dilihat dari adaptasi ini cukup jauh berbeda dan banyak dikritik oleh para penggemar.

Bahkan sifat Goku yang ditampilkan juga jauh berbeda dan nyaris menyimpang dengan persona asli dari ceritanya. Goku dikenal dengan pribadi yang polos, semangat, dan kuat. Hal ini tidak ditampilkan dalam film, yang justru memperlihatkan Goku sebagai pribadi yang cupu dan pemalu. 

Dragon Ball: Evolution bahkan hanya mendapat skor 14% di Rotten Tomatoes dan rating 2,5 di situs IMDb yang membuat adaptasi ini cukup mengecewakan penggemar.

Baca juga:

6. Attack on Titan Part 1

Attack on Titan Part 1 menjadi rilisan perdana dari dua bagian live action anime dan manga Attack on Titan yang memang memiliki kultus penggemar yang besar. Awalnya, adaptasi ini juga memiliki sentimen tersendiri yang dianggap akan gagal untuk menghadirkan cerita dalam bentuk adaptasi live action.

Sayangnya, hal ini terjadi, dengan beberapa kritik yang turut menyertai. Mulai dari kedalaman cerita, narasi utama, serta latar yang ada, mendapatkan kritik tajam dari penggemar yang menganggap terlalu hiperbola. Setnya juga dianggap kurang efektif, dengan beberapa penampilan yang tidak terlalu tepat.

Meskipun nampaknya film ini coba menonjolkan sisi dystopian dan efek aksinya, namun apa yang disajikan ternyata justru dianggap kurang oleh penggemar, sehingga adaptasi ini tidak cukup sukses, baik secara komersial ataupun tanggapan.

7. Fullmetal Alchemist

Fullmetal Alchemist

Fullmetal Alchemist mungkin tidak sepenuhnya gagal, dan memiliki beberapa aspek yang mampu dipuji, khususnya pada narasi aslinya. Namun, terkait kualitas yang dihasilkan, adaptasi ini memiliki beberapa kritik yang menghinggapi.

Fullmetal Alchemist dalam anime dikenal dengan efek yang cukup memukau, dengan beberapa detail elemen yang mengesankan. Namun, adaptasi yang dihasilkan tidak mampu mencapai titik yang diharapkan, sehingga beberapa penggemar cukup menyayangkan terkait hal ini.

Kemudian aspek narasi mungkin sudah cukup umum, karena menyangkut penyederhanaan narasi. Hal ini juga terjadi dalam adaptasi Fullmetal Alchemist 2017. Secara keseluruhan, Fullmetal Alchemist versi live action masih bisa dinikmati, namun, bagi kamu yang mengharapkan anime ini mampu berada di titik anime aslinya, mungkin hal itu belum bisa dibilang mampu mencapai titik yang diharapkan.

8. Devilman

Devilman menghadirkan adaptasi manga terkenal klasik, yang khas dengan tema gelap dan provokatif yang ditonjolkan. Namun, adaptasi live action yang dihadirkan dianggap gagal menangkap esensi asli dari akar cerita dalam manganya.

Mulai dari efek visual, serta plot yang membingungkan akibat penyederhanaan cerita, menjadi aspek yang dikritik dari film ini. Hal ini nampak agak merusak narasi asli dari ceritanya yang terkenal dengan kedalaman plot yang khas.

Karakter utama Akira, juga dianggap tidak efektif menangkap emosional karakter yang ada, sehingga Devilman masuk ke dalam adaptasi live action yang cukup buruk dari deretan daftar yang ada.

9. Black Butler

Black Butler merupakan adaptasi live action di tahun 2014 dari cerita manga populer karya Yana Toboso. Namun, adaptasi yang ada membawa pendekatan yang berbeda, khususnya dari segi latar belakang. Dalam cerita asli, film ini menghadirkan latar era Victoria Inggris yang khas dengan latar gothic. Sementara dalam film, kita dilihatkan latar di dunia yang lebih modern.

Meski dalam beberapa aspek masih bisa terasa, namun tone interpretasi kebanyakan penggemar berbeda dari apa yang disajikan dalam film. Hal ini yang membuat Black Butler cukup banyak dikritik oleh para penggemar, meski dalam hal pendekatan, non-fans mungkin cukup menikmati film ini.

10. Fist of the North Star

Fist of the north star

Fist of the North Star merupakan anime klasik di era 80an yang cukup populer dengan adegan aksinya. Di tahun 1995, film ini diadaptasi oleh Tony Randel dan sayangnya banyak dikritik oleh para penggemar yang menganggap film ini tidak mampu menangkap esensi asli dari latar ceritanya.

Dengan budget yang cukup rendah, hanya sekitar 5 juta dollar, adaptasi ini juga menghasilkan visual yang ala kadarnya, dan tidak semegah yang dibayangkan anime buatan Toei. 

Di IMDb, film ini hanya mendapat rating 3,9/10 dan bahkan di Rotten Tomatoes, Fist of the North Star hanya memperoleh skor 27% dari 135 voter. Hal ini membuat Fist of the North Star masuk ke jajaran adaptasi live action yang gagal.

Jangan sampai ketinggalan update berita terbaru dan pembahasan unik soal film hanya di BahasFilm.id.

Penulis
  • Rama Satria Agung

    Tumbuh berkembang bareng tulisan dan bacaan. Punya hobi nulis yang lagi coba dikembangin. Anaknya Pop Culture banget.

Share:

Tinggalkan komentar

For security, use of Google's reCAPTCHA service is required which is subject to the Google Privacy Policy and Terms of Use.